TOSIBALLA’ (Tanam Organik Serentak Inisiatif Balla’) merupakan inovasi pelayanan publik yang lahir dari kebutuhan nyata masyarakat Kelurahan Lembang, Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia, dalam memperkuat ketahanan pangan keluarga secara mandiri dan berkelanjutan. Inovasi ini dirancang tidak hanya sebagai program pertanian pekarangan, tetapi sebagai gerakan sosial berbasis kearifan lokal yang mengintegrasikan nilai budaya, partisipasi masyarakat, dan tata kelola pemerintahan yang inovatif.
Keunikan utama TOSIBALLA’ terletak pada penggunaan istilah “Balla’”, yang dalam bahasa lokal berarti rumah atau pekarangan. Pemilihan istilah ini bukan sekadar simbol, melainkan menjadi filosofi dasar inovasi bahwa ketahanan pangan dimulai dari rumah tangga. Dengan mengangkat bahasa dan nilai lokal, TOSIBALLA’ lebih mudah diterima oleh masyarakat, menumbuhkan rasa memiliki, serta memperkuat partisipasi aktif warga dalam setiap tahapan pelaksanaan program. Pendekatan kearifan lokal ini menjadikan inovasi tidak terasa sebagai program pemerintah semata, tetapi sebagai gerakan bersama yang tumbuh dari dan untuk masyarakat.
Keunikan berikutnya adalah integrasi konsep tanam dan panen serentak yang diterapkan secara terjadwal di tingkat kelurahan. Pola tanam serentak memungkinkan pengaturan produksi yang lebih terukur, meminimalkan risiko gagal panen, serta menciptakan kesinambungan hasil yang dapat dimanfaatkan secara kolektif. Panen serentak juga memperkuat rasa kebersamaan dan gotong royong antarwarga, sekaligus membuka peluang pengelolaan hasil panen secara kelompok sebagai sumber tambahan pendapatan keluarga.
TOSIBALLA’ juga menonjol melalui penerapan pertanian organik skala rumah tangga yang ramah lingkungan dan mudah diterapkan. Masyarakat didorong untuk menggunakan pupuk organik, kompos rumah tangga, serta teknik pengendalian hama alami yang aman bagi kesehatan dan lingkungan. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan kualitas hasil panen, tetapi juga berkontribusi pada perubahan perilaku masyarakat menuju pola hidup sehat dan berkelanjutan. Dengan biaya yang relatif rendah, pertanian organik pekarangan menjadi solusi yang inklusif dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Keunikan lainnya yang menjadi pembeda utama TOSIBALLA’ adalah mekanisme pemberian bibit tanaman kepada warga yang disertai sistem pemantauan pertumbuhan tanaman berbasis RT/RW. Setiap warga penerima bibit tidak hanya menerima bantuan fisik berupa bibit tanaman, tetapi juga masuk dalam sistem pendampingan dan pemantauan yang terstruktur. RT dan RW berperan sebagai penggerak sekaligus pemantau lapangan, memastikan tanaman yang ditanam tumbuh dengan baik serta memberikan pendampingan apabila ditemukan kendala.
Pemantauan pertumbuhan tanaman dilakukan dengan menggunakan pola kertas pertumbuhan tanaman, sebuah inovasi sederhana namun efektif. Kertas ini berfungsi sebagai alat pencatatan manual yang mudah dipahami oleh masyarakat, berisi data dasar seperti jenis tanaman, tanggal tanam, tinggi tanaman, kondisi daun, frekuensi penyiraman, hingga waktu panen. Dengan alat ini, masyarakat diajak untuk lebih peduli dan bertanggung jawab terhadap tanaman yang dikelola, sekaligus membangun budaya pencatatan dan evaluasi yang selama ini jarang diterapkan dalam skala rumah tangga.
Keterlibatan RT/RW dalam proses pencatatan dan pemantauan menjadikan TOSIBALLA’ unik dari sisi tata kelola. RT/RW tidak hanya berfungsi sebagai aparat kewilayahan administratif, tetapi bertransformasi menjadi fasilitator perubahan sosial dan ketahanan pangan. Data yang dikumpulkan melalui kertas pertumbuhan tanaman dihimpun secara berkala oleh kelurahan sebagai bahan monitoring dan evaluasi program. Dengan demikian, inovasi ini memiliki keunggulan dalam hal akuntabilitas, keterukuran, dan keberlanjutan, tanpa harus bergantung pada teknologi digital yang kompleks.
Keunikan selanjutnya adalah pemanfaatan pekarangan Kantor Kelurahan Lembang sebagai demplot (demonstration plot) dan pusat edukasi masyarakat. Pekarangan kantor kelurahan ditata dan dikelola sebagai contoh nyata penerapan TOSIBALLA’, mulai dari proses pengolahan lahan, penanaman, perawatan, hingga panen. Demplot ini menjadi ruang belajar terbuka bagi masyarakat, pelajar, dan kelompok PKK untuk melihat langsung praktik pertanian pekarangan yang berhasil dan mudah ditiru.
Keberadaan demplot di kantor kelurahan juga memperkuat fungsi kelurahan sebagai pusat inovasi dan pelayanan publik yang edukatif. Masyarakat tidak hanya datang ke kantor kelurahan untuk urusan administrasi, tetapi juga mendapatkan pengetahuan dan inspirasi tentang pemanfaatan pekarangan. Pendekatan belajar langsung ini terbukti lebih efektif dalam mendorong adopsi inovasi dibandingkan penyuluhan konvensional semata.
Dari sisi kolaborasi, TOSIBALLA’ memiliki keunikan dalam mengintegrasikan peran berbagai pemangku kepentingan, mulai dari Pemerintah Kelurahan Lembang, Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Bantaeng, TP PKK, LPM, RT/RW, hingga masyarakat. Kolaborasi lintas sektor ini menciptakan ekosistem inovasi yang saling mendukung, di mana setiap pihak memiliki peran dan tanggung jawab yang jelas. Sinergi ini menjadi kekuatan utama dalam menjaga keberlanjutan program.
Keunikan TOSIBALLA’ juga terletak pada kemampuannya untuk direplikasi dan dikembangkan. Dengan pendekatan sederhana, berbasis kearifan lokal, serta biaya yang relatif rendah, inovasi ini dapat diterapkan di kelurahan atau desa lain dengan penyesuaian minimal. Fleksibilitas ini menjadikan TOSIBALLA’ sebagai model praktik baik (best practice) inovasi pelayanan publik yang relevan dengan konteks pembangunan daerah.
Secara keseluruhan, keunikan TOSIBALLA’ tidak hanya terletak pada apa yang dilakukan, tetapi pada bagaimana inovasi ini dibangun dan dijalankan. Dengan menggabungkan nilai lokal “Balla’”, sistem tanam dan panen serentak, pertanian organik, pemantauan berbasis RT/RW, pencatatan manual melalui kertas pertumbuhan tanaman, serta pemanfaatan pekarangan kantor kelurahan sebagai pusat edukasi, TOSIBALLA’ menghadirkan inovasi yang sederhana, membumi, namun berdampak nyata. Inovasi ini menjadi bukti bahwa penguatan ketahanan pangan dan pemberdayaan masyarakat dapat dimulai dari rumah, oleh masyarakat sendiri, dengan dukungan pemerintah yang adaptif dan inovatif.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar